Latar Animasi, Dalang Sebagai Pemandu Acara
![]() |
ATRAKTIF: Penampilan wayang kontemporer oleh para pecinta seni budaya di Jember, membuat sejumlah anak muda tertarik mempelajari seni budaya. |
SEJUMLAH anak muda tampak datang berbondong-bondong menuju kesaah satu lokasi tempat nongrong di daerah Baratan Partang,beberapa waktu lalu. Sebagian besar pengunjung yang rata-rata anak muda ini tampak memadati panggung yang ada di lantai 1 bangunan utama.
Mereka tampak antusias untuk megikuti pertunjukan yang sedang digelar di tempat tersebut. Namun sdaat tim Jawa Pos Radar Jember datang, ternyata yang ditampilkan bukan band, pentas seni dan sebagainya. malah yang ditampilkan dalam gelaran ini adalah wayang kulit.
Di sini, wayang kulit itu menceritakan tentang hikayat Rama dan Sinta. Sayup-sayup terdengar suara bagaimana sang dalang Ki Suwito Sudrunmengantarkan cerita wayang tersebut. Makin lambat makin terdengar jelas bagaimana suara sang dalan ini.
Cerita Lebih Ringkas agar Penonton Nggak bosan
Ternyata sang dalang tidak menceritakan cerita wayang dengan menggunakan tutur bahasa jawa halus seperti layaknya wayang kulit. Namun cerita ini disampaikan menggunakan bahasa indonesia dan juga campuran jawa dan madura.Begitu juga saat sinden mennyanyi latar lagu yang mengiringi cerita. Wanita-wanita cantik ini tak hannya duduk saja. Mereka malah berdiri layaknya penyanyi biduan diatas panggung.
Tentu saja, aksi para sinden di tengah-tengah cerita ini membuat sejumlah pengunjung yang melihat pagelaran wayang ini pun heboh tidak karuan. Apalagi sang sinden tidak hanya menyanyikan tembang jawa, namun juga ada lagu modern.
Apalagi musik diatur tidak hanya diiringi gamelan saja. Namun juga banyak alat musik modern seperti gitar, drum, dan lain sebagainnya. Sehingga musik-musik modern di padu dengan lagu-lagu Jawa khas pergelaran wayang kulit ini pun dilakukan dengan saling bersahutan satu sama lain.
Semakin mendekati panggung, kekagetan kru pun semakin besar. Pasalnya, di atas panggung, wayang kulit tidak berjajar layaknya pergelaran wayang kulit biasa. Dimana biasanya sang dalang membawakan cerita wayang kulit ini membelakangi pengunjung. Namun, kini malah sang dalang yang menceritakan wayang berjudul Bumi Sweta Dwipa menghadap ke penonton.
Bukan hanya itu, dibagian belakang tidak ada layar putih layaknya pergelaran wayang biasa. Namun, background wayang kulit ini dilakukan mengguanakan layar layaknya sebuah presentasi. namun, sebagai background menggunakan layar yang diisi dengan animasi. Misalnya, saat adegan goro-goro terbang mengunakan animasi awan. Jika dialog dikakukan di rumah atau hutan juga animasi background pun mengikuti.
Yang paling membuat heboh, di tengah pergelaran tersebutbukan sekedar menampilkan wayang kulit saja. Namun, ada sejumlah penari yang memeragakan adegan cerita di wayang tersebut. Mereka layaknya wayang orang namun dengan sentuhan tari tradisional yang membuat mereka berlenggak-lenggok di atas pangung. Sehingga membuat masyarakat yang paling banyak anak muda ini kegiranggan.
Belum lagi ditamah paduan lighting layaknya panggunghiburan lainnya. Sehingga pergelaran wayang kulit kontemporer ini benar-benar bisa menarik perhatian masyarakat utamanya untuk generasi muda.
Tentu saja, pergelaran Wayang yang berbeda di bandingkan biasanya ini semakin membuat masyarakat pun sangat antusias menikmatinya.
Meski demikian, pergelaran mulai dari jejer, solo, goro-goro dan tahapan lainnya wayang kulit pun dilakukan dengan padat dan ringkas. Tercatat, tidak sampai tiga jam, pergelaran wayang ini kelar. "Kami memang ingin pergelaran ini tidak lama. Karena saat ini generasi muda tidak ingin nonton wayang yang semalam suntuk. Yang penting semua tahapan dan pesan bisa masuk," ucap Joko Suprianto, konsultan even penyelenggara wayang kontemporer tersebut.
Dirinya menyatakan pergelaran ini merupakan kerja bareng pihaknya dari Rumah Budaya Pandhalungan dengan sejumlah seniman di Jember. "Untuk aransemen, dilakukan oleh Supartu, penata gerak Enys Kartika dan naskah oleh saya sendiri," terang Joko. Pihaknya memang ingin menampilkan seni tradisional yang berbeda namun tetap bisa dinikmati oleh masyarakat umum dan juga anak muda.
Karena dia ingin agar budaya tradisional tetap bisa lestari. Bukan hanya dinikmati oleh generasi tua. "Namun juga harus dinikmati oleh generasi muda, karena mereka yang akan meneruskan untuk melestarikan budaya," terangnya. sehingga untuk Pagelaran wayang ini memang tujuan utamanya untuk edukasi seni. (c1/hdi)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember Kamis, 18 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar