Kamis, 14 September 2017

Henri Fatkurrohman SS MHum, Humas HTI Jember yamg Gila Dakwah

                        Tak Ambil Pusing meski Jadi Sorotan Banyak Pihak

TERUS BERDAKWAH: Dalam kondisi apapun,
Ustaz Henri ingin selalu berdakwah sesuai keyakinannya.
Jadi sorotan berbagai pihak tidak menyurutkan Ustaz Henri Fatkurrochman SS MHum, aktivitas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jember untuk terus berdakwah. Meski demikian, dia dan keluarga tetap waspada terhadap segala kemungkinan yang bakal menimpa diri dan keluarganya, manakala ada kebijakan pemerintah yang kurang menguntungkan bagi organisasinya.
   DITEMUI usai mengajar di Universitas Muhammadiyah Jember, kamis kemarin, Ustaz Henri, panggilan akrabnya, tampak tenang dan ramah menyambut wartawan Jawa Pos Radar Jember.
   Dia mengaku, kesibukannya berprofesi sebagai dosen lumayan padat. Belum lagi harus memenuhi undangan berbagai pihak untuk berceramah. "Sejak remaja saya memang senang kegiatan dakwah," ujarnya.
Kegemarannya berdakwah diakui Henri terlatih sejak remaja. sebab, ayahnya (H Buchori Achmad) adalah tokoh yang gemar berdakwah, Khususnya melalui pencak silat Tapak Suci



Darah dakwah Mengalir dari Ayah
Sebagai anak ragil, Henri kerap di ajak keliling untuk kegiatan Tapak Suci, hingga keluar kota. "Jadi, soal berdakwah, rasanya sudah mendarah daging di jiwa saya," imbuhnya.
   Namun meski di besarkan oleh keluarga pendekar Tapak Suci, Henri mengaku tidak mewarisi beladiri tradisional tersebut. Kegiatan Tapak Suci hanya di geluti saat sekolah dasar hingga SMP.    Bahkan dia sempat mengikuti Kejurnas Tapak Suci ke Surabaya, meski belum juara. Setelah itu, Henri lebih banyak menekuni kegiatan dakwah di remaja masjid (remas).
   Kegiatan Remas diikuti mulai tingkat kampung, di Masjid Al-Ichwan, depan Pasar Tanjung, hingga saat kuliah di majid kampus Universitas Jember (Unej). Di masjid Unej itulah Henri mengaku banyak kawan sharing tentang dunia Islam, termasuk pemikiran-pemikiran para tokoh muslim dunia.Ketertarikannya bergabung dengan Hizbut Tahrir (yang kemudian menjadi HTI), juga diawali ketika Henri menjadi aktivis kampus, Khususnya saat aktif di remaja masjid. Bahkan kegiatan Remas sering lebih menyita aktivitasnya di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), yang (seakan) merupakan ideologi keluarganya. Sebab, didalam HTI tersebut, kata dia banyak mengispirasi kebangkitan Islam secara global.
    Apalagi di mata orang Jember, nama "Bani Achmadi," antara lain Buchori, Djakfar, Ikhlasul Amal (mantan rektor UGM), Zainal (mantan dirjen Dikti/Rektor Unibraw), Abdul Munir Mulkhan (Cendekiawan/penulis buku politik Islam), adalah keluarga cendekiawan yang dekat dengan HMI.
Namun Henri lebih banyak memilih di gerakan dakwah dan pemikiran Islam, khususnya HTI. "Mungkin saya ditakdirkan untuk menekuni dakwah ini," lanjutnya.
   Ayah tiga anak (dua putra dan satu putri) ini mengaku, lebih cocok pada 'ideologi' HTI tersebut.      Menurutnya, di dalam HTI tak mengenal pengkotak-kotakan kelompok Islam. Di dalamnya ada orang NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, HMI, PMII, dan beragam aktivitas muslim lainnya. "Yang kami bicarakan dakwah Islam, bukan perpecahan Islam," tandasnya.
   Dia juga menolak jika organisasinya dianggap menolak pancasila, karena di AD / ART HT (Hizbut Tahrir Internasional) tak di kenal pancasila. Sebab, HT tidak hanya ada di Indonesia, namun ada di hampir seluruh negara yang mayoritas penduduknya muslim.
   Mengapa sorotan, bahkan "ancaman" dari berbagai kelompok yang menginginkan pembubaran HTI, alumnus Fakultas Sastra Inggris Unej ini mengaku tidak ambil pusing. Dia menyerahkan semua itu ke pimpinan di atas, yakni tingkat DPP (Jakarta). "Ya, kita tunggu saja bagaimana ending-nya. Namun dakwahnya harus tetap jalan terus, tak boleh berhenti," tuturnya.
   Yang jelas, kata alumnus S2 UGM Jogjakarta ini, kegiatan dakwah akan terus berjalan, terlepas dari HTI atau tidak. Dia mengaku HTI hanya merupakan sarana, dan khilafah hanya sebuah Ikhtiar. Dia mengaku HTI atau organisasi apa pun, tak akan mampu menghalang-halangi penguasa untuk melakukan kebijakan.
   Dia menconohkan bagai mana kuatnya Orde Baru memaksakan Pancasila menjadi azas tunggal orpol (parpol) dan ormas (organisasi kemasyarakatan, termasuk Islam), sehingga mereka harus "Tunduk". Namun setelah berganti Rezim Reformasi, kebijakan itu berubah. Setiap orpol maupun ormas kembali bebas mencamtumkan azas agama didalamnya.
    Yang jelas, kata Henri, pihaknya tidak akan membuat "HTI baru" seandainya, penguasa akhirnya membubarkan organisasinya. Pihak masih menunggu apa yang akan terjadio pada HTI, sambil terus berdakwah sesuai ajaran Islam. Yakni amar ma'ruf, nihimunkar. Dia menyadari bahwa setiap perjuanggan pasti ada tantangan. "Dan itu pula yang di alami Rasulullah SWT, termasuk para sahabatnya," kilahnya.
   Menyinggung kemunkinan adanya "Teror" bagi diri, keluarga, dan anggotanya, bungsu dari sepluh bersaudara ini tidak mengelak. Namun seluruh keluarganya sudah diberi pemahamantentang resiko perjuangan, sehingga tak perlu panik dan putus asa. Yang jelas, dia dan keluarga, serta semua jajarannya tetap menjaga hablun minannas (hubungan sesama) dengan baik. "Kepada siapapun, khususnya sesama muslim, kami menjaga hubungan baik. Mereka semua adalah saudara kita," jelasnya lagi.
   Apakah semua kerabat "Bani Achmadi" mengikuti jejaknya masuk HTI? mantan dekat FKIP Unmuh ini mengaku tidak. Banyak dari mereka tidak sepaham, namun juga tidak menghalang-halangi, alias mamahami pilihan diri dan keluarganya. Pihak Unmuh (tempat dia mengajar) pun, kata dia, juga tidak pernah mempersoalkan kiprahnya di organisasi yang menjadi sorotan publik saat ini. (c1/sh)

Sumber: Jawa Pos Radar Jember Jumat, 05 Mei 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar