Kamis, 14 September 2017

Imam Junaidi, Tukang Sapu Bukit di Teluk Love

Sapu Seluruh Bukit, dupah Rp 250 Per Pekan

   Tak banyak orang yang bisa menjalani pekerjaan sebagaimana yang setahun terakhir dilakoni Imam Junaidi. Menjadi tukang kebersihan Bukit Teluk Love di Dusun Watu Ulo, Desa Sumberejo, Ambulu, menuntut pria 41 tahun ini setiap hari naik turun dan berkeliling bukut untuk membersihkan bukit tersebut.
   JIKA setahun terakhir sempat bertandang ke lokasi Wisata Bukit Teluk Love, kawasan tersebut kini terlihat lebih bersih. Sampah para pengunjung tidak terlampau berceceran di sekujur badan bukit seperti yang tampak pada tahun-tahun sebelumnya.
   Di balik semua itu, ada sosok yang bisa di bilang punya andil besar dengan kebersihan lokasi Wisata Bukit Teluk Love. Adalah Imam Junaidi, warga Tempurejo, yang dengan telaten setiap hari menyapu sampah-sampah yang terserak, kendati harus menyusuri bukit-bukit curam tersebut.
   Sejak ia resmi bekerja sebagai tukang sapu bukit itu, sekitar satu tahun silam, tempat wisata yang sebelumnya kotor sukses disulapnya menjadi lebih bersih dan membuat wisatawan merasa nyaman.   Aktivitas menyapu bukit ia jalani seorang diri.
   pekerjaan itu dilakukannya enam hari dalam seminggu. Khusus hari jumat, Imam mendapatkan kompensasi libur dari pengelola wisata Telik Love. Tiap pukul 06:30, Imam mulai berangkat dari rumahnya dengan mengendarai motor bututnya, motor Honda Astrea tahun 86. Waktu tempuh menuju tempat kerja memakan waktu sekitar satu jam.
   Dalam kondisi normal, dia baru bisa mengakhiri pekerjaannya sekitar pukul 16:00. Tapi, saat kondisi pengunjung sedang ramai, biasanya musim libur panjang, Imam menunggu hingga suasana nyaris sepi.

                                         Sebelumnya Mengumpulkan Barang Bekas
   Kalau sedang ramai biasanya sampai pukul 18:00 baru turun dari atas," tutur Imam.
Kepada Jawa Pos Radar Jember, dia mengaku pekerjaannya itu cukup menguras tenaga. Pasalnya, dirinya mesti menyapu dengan cara mendaki dan menyisir sekujur bukit yang lumayan tinggi dan luas. Atas kerja kerasnya itu, pria yang berlogat madura itu mendapat upah Rp 250 ribu tiap pekan.  Namun, tidak jarang upah yang diterimanya meleset beberapa ratus ribu. "Kalau pengunjung lagi sepi saya sempat hanya diberi Rp 150 ribu dalam seminggu," ujarnya.
   Walau menjadi tukang sapu, Aktivitas yang di lakukan Imam di atas bukit bukan hanya menyapu. saat ada pengunjung membawa anak kecil yang merasa kelelahan, ia mesti membopong hingga tempat tujuan. Pekerjaan tambahan ini sebenarnya bukanlah perintah dari pihak pengelola, namun lebih karena ia merasa harus membantu pengunjung yang sedang kerepotan.
   Namun, beratnya pekerjaan yang tak berbanding lurus dengan upah yang di terimanya ternyata masih menyisakan kreativitas untuk perbaikan kondisi wisata Teluk Love. Kebiasaan pengunjung membuang sampah sembarangan lantaran tidak tersedianya tempat sampah oleh pengelola disiasati Imam dengan membuat tempat sampah dari karung beras yang ditambatkan pada sejumlah pohon.
   Ada sekitar 30 titik sak sampah yang di pasang Imam secara merata. Dari situ dia lantas mengajak pengunjung agar membuang sampahnya ke tempat yang sudah di sediakan. "Pengelola tidak menyediakan tempat sampah. Saya sendiri yang punya ide dan membawa dari rumah serta memasang sejumlah karung sak besar bekas di sejumlah titik bukit," jelasnya.
   Saat mulai penuh, sak-sak berisi sampah itu ia bawa turun kebawah tanpa alat bantuan. Dari bawah, lantas diurai dan dibakar. Tiga puluhan karung sampah tentunya tidak bisa ia bawa turun dalam sekali jalan. "Terpaksa ya bolak-balik naik turun," akunya.
   Sebelum menjadi tukang sapu di bukit wisata itu, hari-harinya ia jalani dengan mengais barang bekas. Puluhan tahun dia menjadi pencari rongsokan hingga lantas mampu menyekolahkan anak pertamanya sampai lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sementara, anak yang nomor dua masih duduk di kelas satu Sekolah Dasar (SD).
   Pria bertubuh ceking itu berprinsip, kendati hidup pas-pasan, namun ia tidak ngin jika anak-anaknya mewarisi kesusahan yang saat ini mesti di tanggungnya. Untuk itu, kedua anaknya harus rampung sekolah, minimal setingkat SMA.
   Ketimbang profesinya saat ini, sebenarnya Imam lebih nyaman menjadi profesi sebagai pemulung rongsokan. Pasalnya, ia merasa lebih independen dan bisa menentukan hidupnya sendiri tanpa bergantung pada orang lain yang mengajinya.
   Namun, pasar barang bekas belakangan sedang kurang bagus. Harga plastik dan besi bekas anjlok. Untuk itulah, saat datang tawaran menjadi penyapu bukit ia merasa mesti harus menyambutnya. (C1/har)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember Senin, 24 April 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar