Ibu Mertua Luluh Setelah 'Disogok' Lukisan
Edy Sugianto dan Shinta Larasati merupakan pasangan suami istri tunarungu. keduanya mengeluti seni lukis sejak kecil. Beberapa penghargaan mereka raih, bahkan lukisan karyanya banyak di pamerkan di berbagai even.![]() |
| KELUARGA PELUKIS: Edy bersama istri dan anak-anaknya yang sama-sama gemar meekuni seni lukis. |
Lukisan itu merupakan karya Edy untuk menyemarakkan kegiatan PSLI selama lima hari kedepan ini. "Saya membuat lukisan ini selama 15 hari, karena ukurannya cukup besar," katanya pada Jawa Pos Radar Jember.
Pria yang akrab disapa Edot tersebut tak sendiri, tapi bersama Shinta Larasati, istrinya, yang juga seorang tunarungu. Mereka dipertemukan dalam sebuah kegiatan komunitas Tunarungu se eks Karesidenan Besuki Raya, lalu saling jatuh cinta. "Mertua sempat tak yakin, karena dulu saya berambut gondrong," akunya, sambil tertawa.
Namun, bukan seorang pelukis kalau kehabisan ide. Edy lantas melukiskan wajah calon mertuanya. Selain itu dia memotong rambut gondrongnya, agar bisa mendapatkan Shinta, sang buah hati. Akhirnya, pinang itu diterima dan menikah.
Edy mengisahkan perjalanannya meneuni dunia lukis. Meskipun terlahir sebagai seorang tunarungu,
Seni Sudah Jadi Kebutuhan Hidup
hal itu tak membuatnya putus asa dalam menjalani hidup. "Kakek saya juga seorang pelukis di Kecamatan Ambulu. Saat itu saya diminta melukis di tanah dan menggambar wajah," ingatnya.
ternyata hasil gambar itu menunjukkan Edy memiliki potensi melukis. Sehingga dia di bimbing langsung oleh kakeknya. "Sejak kecil sudah melukis, belajarnya juga secara otodidak," tutur ayah dari Nada Aita dan Nadya Hanna tersebut.
Untuk memperdalam ilmu melukis, Edy belajar melukis pada Rumah Hendro, salah seorang pelukis top asal Ambulu. Selama dua tahun Edy mengasah kemampuannya melukis hingga memutuskan berhenti. "Lalu saya ke Bali dan menjual lukisan ke pasar seni disana," akunya.Di Bali, Edy tak berjuang sendiri dalam mengais rezeki dan mengolah idealisme melukisnya. Namun dia selalu dibantu oleh istrinya sendiri yang juga memiliki bakat di bidang lukis. Jika mendapat pesanan lukisan yang banyak, Edy dibantu istrinya itu. "Saat itu permintaan sangat banyak, terutama bule," tuiturnya.
Namun, keadaan bom Bali membuyarkan rezekinya. Para wisatawan mulai berkurang, pesanan semakin sedikit. Selama tujuh tahun di Bali, akhirnya memilih pulang ke Jember dan tetap menekuni lukisan. Dari melukis itulah Edy berhasil membiayai sekolah kedua putrinya.
Alumnus SLB Denpasar Bali itu merasa, melukis sudah menjadi kebuthan hidup. selain untuk mencari rezeki, juga memanfaatkan keterampilan yang di tekuninya. Bahkan, satu hari bisa melukis satu karya. Di Jember kemudian bertemu dengan Komunitas Perupa Jember (KPJ)," ucapnya.
Dari sana dia menemukan wadah untuk mengeksplorasikan kemampuannya. Bahkan, di KPJ saling sharing dan berbagi ilmu lukis. "Saya juga pernah bekerja lukisan mural di Surabaya," ujarnya.
Setiap ada kunjungan penting di Jember, Edy selalu terburu-buru untuk melukis tamu tersebut. Misal, ketika Menteri Sosial RI Kholifah Indar Parawansa datng Jember, dia diundang untuk melukis, dia berusaha melukis dan menunjukkan karyanya tersebut. "Ibu Khofifah beli lukisan saya waktu itu ," tuturnya.
Tak hanya itu, Edy selalu memiliki kesempatan dengan para menteri, seperti menteri BUMN Rini Soemarno. Dia memanfaatkan kesempatan dengan datangnya menteri untuk melukiskan wajahnya, satu hari bisa selesai.
Bakat melukis itu sekarang mengalir pada kedua anaknya, Nada dan Hanna. Nada yan sudah kelas XIII di SMPN 3 Jemberjuga menekuni seni lukis. Hal itu terinspirasi dari ayah dan ibunya yang setiap waktu selalu melukis. "Kalau bapak melukis dari pagi sampai malam," kata Nada.
Bahkan ketika ada permintaan yang cukup banyak, Edy seperti tak mengenal waktu. Dia fokus melukis agar segera menyelesaikan pekerjaannya. Karena hanya itulah aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh rezeki.
Di Bali, kata Nada, bapaknya sempat memperoleh berbagai peghargaan tingkat daerah dan provinsi. Semua itu karena karakter lukisan yang kuat ketika melukis wajah seseorang, sama persis. Disitulah kekuatan Edy.
Ketika kembali ke Jember, karakter lukisannya semakin menuat, yakni tajam ketika melukis sosok wajah seseorang. Seperti yang di pamerkan di PSLI, lukisan seorang bocah yang sedang menendang bola terasa hidup. (c1/hdi)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember Rabu, 17 Mei 2017

Tidak ada komentar:
Posting Komentar